Penjelasan Konflik , Jenis Konflik dan Sumber Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
6. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
7. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
8. Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
9. Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
1. Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)
· Teori-teori Konflik :
Ada tiga teori konflik yang menonjol dalam ilmu sosial. Pertama adalah teori konflik C. Gerrtz, yaitu tentang primodialisme, kedua adalah teori konflik Karl. Marx, yaitu tentang pertentangan kelas, dan ketiga adalah teori konflik James Scott, yaitu tentang Patron Klien.
· Jenis-jenis Konflik :
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 6 macam :
· Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
· Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
· Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
· Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
· Konflik antar atau tidak antar agama
· Konflik antar politik.
· konflik individu dengan kelompok
Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas dasar fungsinya, ada pembagian atas dasar pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, dan sebagainya.
a. Konflik Dilihat dari Fungsi
Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996:430) membagi konflik menjadi dua macam, yaitu: konflik fungsional (Functional Conflict) dan konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict). Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok. Sedangkan konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.
· Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebutdikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional.
b. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1989:393) membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:
1) Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya.
2) Konflik antar-individu (conflict among individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian (personality differences) antara individu yang satu dengan individu yang lain.
3) Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma - norma kelompok tempat ia bekerja.
4) Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing - masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
5) Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
6) Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer public relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.
c. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi
· Winardi (1992:174) membagi konflik menjadi empat macam, dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut:
1) Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
2) Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
3) Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
4) Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan. Di samping klasifikasi tersebut di atas, ada juga klasifikasi lain, misalnya yang dikemukakan oleh Schermerhorn, et al. (1982), yang membagi konflik atas: substantive conflict, emotional conflict, constructive conflict, dan destructive conflict.
Beberapa jenis konflik lainnya:
1. Konflik Personal dan Konflik Interpersonal
a. Konflik Personal, konflik yang terjadi dalam diri seorang individu karena harus memilih dari sejumlah alternatif pilihan yang ada atau karena mempunyai kepribadian ganda. Konflik ini terdiri atas, antara lain sebagai berikut:
§ Konflik pendekatan ke pendekatan, yaitu konflik yang terjadi karena harus memilih dua alternative yang berbeda, tetapi sama-sama menarik atau sama baik kualitasnya. Misalnya, seorang lulusan SMA yang akan melanjutkan seklah ahrus memilih dua universitas negeri yang sama kualitasnya.
§ Konflik menghindar ke menghindar, yaitu konflik yang terjadi karena harus memilih alternative yang sama-sama harus dihindari. Misalnya, seseorang yang harus memilih menjual sepeda motor untuk melanjutkan sekolah, atau tidak menjual sepeda motor, tetapi tidak melanjutkan sekolah.
§ Konflik pendekatan ke menghindar, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mempunyai perasaan posisitif dan negative terhadap sesuatu yang sama. Misalnya, Wulan membuat surat untuk melamar pekerjaan, namun karena takut tidak diterima akhirnya surat lamaran pekerjaannya tidak jaid dikirim.
§ Konflik personal bisa terjadi pada diri seseorang yang mempunyai kepribadian ganda. Ia adalah seseorang yang munafik dan melakukan sesuatu yang berbeda antara perkataan dan perbuatan.
b. Konflik Interpersonal, konflik yang terjadi di dalam suatu organisasi atau konflik di tempat kerja diantara pihak-pihak yang terlibat konflik dan saling ketergantungan dalam melaksanakan pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi. Konflik yang terjadi di antara mereka yang bekerja untuk suatu organisasi – profit atau nonprofit. Konflik interpersonal dapat terjadi dalam tujuh macam sebagai berikut:
§ Konflik antarmanajer, bentuk konflik di antara manajer atau birokrat organisasi dalam rangka melaksanakan fungsinya sebagai pimpinan organisasi.
§ Konflik antar pegawai dan manajernya, konflik ini terjadi antara manajer unit kerja dan karyawan di bawahnya.
§ Konflik hubungan industrial, konflik yang terjadi antara organisasi atau perusahaan dan para karyawannya atau dengan serikat pekerja.
§ Konflik antar kelompok kerja, dalam organisasi terdapat sejumlah kelompok kerja yang melakukan tugas yang berbeda untuk mencapai tujuan organisasi yang sama. Masing-masing kelompok harus memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan organisasi, dimana kelompok-kelompok kerja tersebut saling memiliki ketergantungan.
§ Konflik antara anggota kelompok kerja dan kelompok kerjanya, konflik yang terjadi dalam melaksanakan fungsi dan tugas dalam suatu tim karena perbedaan latar belakang pendidikan, agama, budaya, pengalaman dan kepribadian.
§ Konflik interes, konflik yang bersifat individual dan interpersonal yang terjadi dalam diri seseorang pegawai yang terlibat konflik.
§ Konflik antara organisasi dan pihak luar organisasi, konflik yang terjadi antara suatu perusahaan atau organisasi dan pemerintah; perusahaan dan perusahaan lainnya; perusahaan dan pelanggan; perusahaan dan lembaga swadaya masyarakat; serta perubahan dan masyarakat.
2. Konflik Interes, konflik ini berkaitan dengan konflik dalam diri seseorang individu dalam suatu sistem sosial (organisasi atau perusahaan) yang membawa implikasi bagi individu dan sistem sosialnya. Konflik ini secara moral merusak kepercayaan yang diberikan organisasi dan para anggotanya kepada pejabat yang melakukannya. Konflik inters biasanya terjadi dalam diri pemimpin, manajer atau pegawai karena mereka merupakan individu dengan multiposisi dan multiperan.
Konflik interes merupakan salah satu fenomena yang melatarbelakangi korupsi, kolusi dan nepotisme di Indonesia. kebijakan untuk menanggulangi konflik interes perlu disusun dan dilaksanakan secara sistematis, antara lain sebagai berikut:
a. Membaut definisi operasional mengenai apa yang disebut sebagai konflik interes sehingga bisa dideteksi dan diukur, disertai contoh-contohnya.
b. Adanya deskripsi tugas untuk setiap orang dalam organisasi dan prosedur untuk melaksanakannya.
c. Adanya prosedur untuk menyelesaikan konflik interes.
d. Adanya sanksi terhadap orang yang melakukan konflik interes.
e. Dilakukan pelatihan untuk menghindari terjadinya konflik interes dank ode etik organisasi.
Konflik interes banyak terjadi dalam pengadaan barang, jasa dan tender-tender proyek, baik di lembaga pemerintah maupun di lembaga bisnis. Untuk mencegahnya, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah mengenai Pengadaan Barang dan Jasa. Untuk pengadaan barang dalam nilai tertetu harus dilakukan tender atau melalui e-procurement.
3. Konflik Realistis dan Konflik Nonrealistis
Lewis Coser seperti dikutip oleh Joseph P. Folger dan Marshal S. Poole (1984) mengelompokkan konflik menjadi konflik realistis dan konflik nonrealistis, yaitu:
a. Konflik realistis, terjadi karena perbedaan dan ketidak sepahaman cara pencapaian tujuan atau mengenai tujuan yang akan dicapai. Interaksi konflik memfokuskan pada isu ketidaksepahaman mengenai substansi atau objek konflik yang harus diselesaikan oleh pihak yang terlibat konflik. Metode manajemen konflik yang digunakan adalah dialog, persuasi, musyawarah, voting dan negosiasi.
b. Konflik nonrealistis, konflik ini dipicu oleh kebencian atau prasangka terhadap lawan konflik yang mendorong melakuka agresi untuk mengalahkan atau menghancurkan lawan konfliknya. Metode manajemen konflik yang digunakan adalah agresi, menggunakan kekuasaan, kekuatan dan paksaan. Konflik ini biasanya dipicu karena perbedaan agama, suku, ras, bangsa, yang sudah menimbulkan kebencian mendalam.
4. Konflik Destruktif dan Konflik Konstruktif
a. Konflik konstruktif, konflik yang prosesnya mengarah kepada mencari solusi mengenai substansi politik. Konflik jenis ini membangun sesuatu yang baru atau mempererat hubungan pihak-pihak yang terlibat konflik; ataupun mereka memperoleh sesuatu yang bermanfaat dari konflik. Pihak-pihak yang terlibat konflik secara fleksibel menggunakan berbagai teknik manajemen konflik, seperti negosiasi,give and take, humor bahkan voting untuk mencari solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Interaksi pihak-pihak yang terlibat konflik merupakan interaksi membangun dan makin mendekatkan jarak interaksi sosial diantara mereka dan membangun pihak-pihak yang terlibat konflik untuk mencapai objektif mereka. Di samping itu, konflik jenis ini memungkinkan interaksi konflik yang keras kembali normal dan sehat. Akhir dari konflik ini adalah antara lain win & win solution, solusi kolaborasi atau kompromi, serta meningkatkann perkembangan dan kesehatan organisasi.
b. Konflik destruktif, pihak-pihak yang terlibat konflik tidak fleksibel atau kakau karena tujuan konflik didefinisikan secara sempit yaitu untuk mengalahkan satu sama lain. interaksi konflik berlarut-larut, siklus konflik tidak terkontrol karena menghindari isu konflik yang sesungguhnya. Interaksi pihak-pihak yang terlibat konflik membentuk spiral yang panjang yang makin lama makin menjauhkan jarak pihak-pihak yang terlibat konflik.
Pihak-pihak yang terlibat konflik menggunakan teknik manajemen konflik kompetisi, ancaman, konfrontasi, kekuatan, agresi, dan sedikit sekali menggunakan negosiasi untuk mencapai win & win solution.
5. Konflik Menurut Bidang Kehidupan
Konflik dapat dikelompokkan menurut bidang kehidupan yang menjadi objek konflik. Namun, sering kali, suatu jenis konflik tidak berdiri sendiri, melainkan berkaitan dengan konflik sejumlah aspek kehidupan. misalnya, konflik sosial sering kali tidak hanya disebabkan oleh perbedaan suku, ras, kelas, atau kelompok sosial, tetapi sering kali disebabkan oleh kecemburuan ekonomi, kehidupan politik, dan perbedaan agama. Berikut adalah contoh-contoh konflik multidimensi yang dialami bangsa dan negara Indonesia.
a. Konflik Ekonomi, terjadi karena perebutan sumber-sumber ekonomi yang terbatas. Konflik ekonomi misalnya terjadi dalam bentuk sengketa tanah pertanian antara anggota masyarakat dan perusahaan perkebunan, antara anggota masyarakat dan lembaga pemerintah, atau antara anggota masyarakat dan anggota masyarakata lainnya.
b. Konflik Politik, terjadi dalam organisasi politik, seperti organisasi negara dan partai politik, tetapi juga terjadi pada organisasi bisnis dan organisasi nirlaba. Negara Indonesia pernah mengalami konflik politik dalam bentuk pemberontakan bersenjata. Konflik ini menimbulkan peperangan, memakan korban, dan anggaran. Namun, setelah reformasi tahun 1998 membawa perubahan yang besar terhadap keidupan politik di Indonesia. Demokratisasi yang dikembangkan dalam dunia politik mengembangkan sejumlah partai politik di Indonesia.
Konflik politik yang sering menimbulkan agresi adalah konflik dalam pemilihan langsung gubernur, bupati dan walikota, serta konflik antar provinsi dengan provinsi lainnya, misalnya berkaitan dengan batas wilayah dan kepemilikan suatu daerah tertentu. Untuk memanajemeni hal tersebut, maka ppemerintah membentuk Mahkamah Konstitusi (MK) melalui UU RI No. 24 Tahun 2004 tentang MK yang memiliki kewenangan antara lain, yaitu MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
§ Menguji UU terhadap UUD NRI tahun 1945
§ Memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD NRI tahun 1945
§ Memutuskan pembubaran partai ppolitik, dan
§ Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum.Hingga tahun 2009, banyak konflik mengenai UU, pencalonan gubernur dan presiden perseorangan, serta mengenai Pemilu yang telah diselesaikan oleh MK dengan baik. Namun, hal tersebut seolah tercederai dengan kasus korupsi yang dilakukan oleh Akil Mochtar yang sangat merusak kredibilitas MK.
c. Konflik Agama, sepanjang sejarah umat manusia, terjadi sejumlah konflik agama. Konflik ini bisa terjadi di antara dua pemeluk agama yang berbeda atau di antara para pemeluk agama yang sama. Konflik agama adalah konflik di antara pemeluk, bukan konflik di antara ajaran atau kitab suci agama. Phak yang terlibat adalah para penganut agama yang menerapkan kitab suci dalam keidupannya. Agama dan kitab sucinya tidak membenci dan membunuh orang, tetapi para pemeluknya yang melakukannnya. Beberapa konflik yang terjadi karena latar belakang agama, diantaranya yaitu: konflik Poso, konflik ahmadiyah, dan konflik Madura.
Konflik agama seharusnya dapat dihindari karena negara telah menjamin kebebasan setiap warga negara untuk beribadah dan memeluk agamanya sesuai dengan kepercayaan masing-masing, sebagaimana yang tertuang dalam UUD RI 1945 pasal 28 E perubahan kedua UUD RI 1945 yang menyatakan bahwa, “setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya,…”
· Sumber Konflik :
· Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
· Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
· Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
· Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalamorganisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Faktor- faktor penyebab konflik beraneka ragam, yaitu:
1. Komunikasi: pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti atau informasi yang mendua dan tidak lengkap serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.
1. Komunikasi: pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti atau informasi yang mendua dan tidak lengkap serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.
2. Struktur: Pertarungan kekuasaan antar departemen dengan kepentingan- kepentingan atau sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok- kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.
3. Pribadi: ketidaksesuaian tujuan atau nilai- nilai social pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka dan perbedaan dalam nilai- nilai atau persepsi.
4. Kelangkaan sumber daya dan dana yang langka. Hal ini karena suatu individu atau organisasi yang memiliki sumber daya dan dana yang terbatas.
5. Saling ketergantungan pekerjaan.
6. Ketergantungan pekerjaan satu arah. Berbeda dengan sebelumnya, ketergantungan pekerjaan satu arah berarti bahwa keseimbangan kekuasaan telah bergeser, konflik pasti lebih tinggi karena unit yang dominan mempunyai dorongan yang sedikit saja untuk bekerja sama dengan unit yang berada di bawahnya.
7. Ketidakjelasan tanggung jawab atau yurisdiksi. Dalam hal tertentu, pada dasarnya orang memang tidak ingin bertanggung jawab, terlebih mengenai hal- hal yang berakibat tidak atau kurang menguntungkan. Apabila hal ini menyangkut beberapa pihak dan masing- masing tidak mau bertanggung jawab maka kejadian seperti ini dapat menimbulkan konflik.
8. Ketidakterbukaan terhadap satu sama lain
9. Ketidaksalingpercaya antara satu orang dengan orang lain dalam organisasi.
10. Ketidakjelasan pola pengambilan keputusan, pola pendelegasian wewenang, mekanisme kerja dan pembagian tugas.
11. Kelompok pimpinan tidak responsitif terhadap kebutuhan dan aspirasi para bawahannya.
12. Adanya asumsi bahwa dalam organisasi terdapat berbagai kepentingan yang diperkirakan tidak dapat atau sulit diserasikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar