SEJARAH LSM
Makin meningkatnya pendidikan dan tingkat pendapatan,
terutama ketika terjadi ketidakpuasandi lapisan masyarakat, mulai timbul gejala
baru dalam demokrasi, yaitu partisipasi. Dalamsejarah Barat, partisipasi itu
timbul dari bawah, di kalangan masyarakat yg gelisah. Gejala itulahyg dilihat oleh
Alexis de Tocqueville (1805-1859) seorang pengamat sosial Prancis
dalamkunjungannya ke Amerika pada tahun 30-an abad ke 19 yakni timbulnya
perkumpulan dan perhimpunan sukarela (voluntary association).Selain
menyelenggarakan kepentingan mereka sendiri, dengan melakukan berbagai
kegiataninovatif, perkumpulan dan perhimpunan itu juga bertindak sebagai
pengimbang kekuatan negara(as a counter-weights to state power). Ada 3 macam
peranan yg dijalankan oleh perkumpulandan perhimpunan tersebut yaitu:Pertama,
menyaring dan menyiarkan pendapat dan rumusan kepentingan yang jika
tidak dilakukan pasti tidak akan terdengar oleh pemerintah atau kalangan
masyarakat umumnya.Kedua, menggairahkan dan menggerakkan upaya-upaya swadaya
masyarakat daripadamenggantungkan diri pada prakarsa negara.
Ketiga, menciptakan forum pendidikankewarganegaraan,
menarik masyarakat untuk membentuk usaha bersama (co-operative ventures)dan
dengan demikian mencairkan sikap menyendiri (isolatif) serta membangkitkan
tanggung jawab sosial yg lebih luas.Perkumpulan
dan asosiasi itulah yg kemudian menjadi ³sokoguru masyarakat" (civil
society).Dan apa yg disebut oleh Tocqueville itu tak lain adalah Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM),yg dalam masyarakat Barat dewasa ini disebut sebagai
Non Government Organisation (ORNOP,Organisasi non pemerintah) dan perkumpulan
sukarela (voluntary association).David Korten, seorang aktivis dan pengamat LSM
memberikan gambaran perkembangan LSM.Ia membagi LSM menjadi 4 generasi
berdasarkan strategi yg dipilihnya. Generasi pertama,mengambil peran sebagai
pelaku langsung dalam mengatasi persoalan masyarakat.Pendekatannya adalah
derma, dengan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang kurang dalammasyarakat.
Generasi ini disebut sebagai "relief and welfare" . LSM generasi ini
memfokuskankegiatannya pada kegiatan amal untuk anggota masyarakat yg
menyandang masalah sosial.
Generasi kedua, memusatkan perhatiannya pada upaya
agar LSM dapat mengembangkankemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
mereka sendiri. Peran LSM di sini bukansebagai pelaku langsung, tetapi sebagai
penggerak saja. Orientasinya pada proyek2 pengembangan masy. Generasi ini
disebut sebagai small scale, self reliance local development.Generasi ini
melihat masalah sosial dengan lebih kompleks. Tidak sekedar melihat soal yanglangsung
kelihatan saja tapi juga mencari akar masalah. Fokusnya pada upaya
membantumasyarakat memecahkan masalah mereka, misal program-program peningkatan
pendapatan,industri kerajinan dan lain-lain. Semboyan yang populer adalah
"Berilah Pancing dan BukanIkannya!"Generasi ketiga, keadaan di
tingkat lokal dilihat sebagai kiblat saja dari masalah regional ataunasional.
Masalah mikro dalam masyarakat tidak dipisahkan dengan masalah politik pembangunan
nasional. Karena itu penanggulangan mendasar dilihat hanya bisa dimungkinkan kalau
ada perubahan struktural. Kesadaran seperti itulah yg tumbuh pada LSM generasi
ini bersamaan dgn otokritiknya atas LSM generasi sebelumnya sebagai
"pengrajin sosial". LSMgenerasi ini disebut sebagai "sustainable
system development".Generasi keempat disebut sebagai "people
movement".
Generasi ini berusaha agar adatransformasi struktur
sosial dalam masyarakat dan di setiap sektor pembangunan yangmempengaruhi
kehidupan.Visi dasarnya adalah cita2 terciptanya dunia baru yg lebih
baik.Karena itu dibutuhkan keterlibatan penduduk dunia. Ciri gerakan ini
dimotori oleh gagasan dan bukan organisasi yang terstruktur.Perjalanan LSM
di Indonesia pada awal kemunculannya melalui perspektif sejarah dan
mengacu pada pembagian generasi di atas, ada yang berpendapat bahwa
cikal-bakal LSM di Indonesiatelah ada sejak pra-kemerdekaan. Lahir dalam bentuk
lembaga keagamaan yang sifatnyasosial/amal (dapat dikategorikan generasi
pertama).
Tahun 50-an tercatat muncul LSM yg kegiatannya
bersifat alternatif terhadap program pemerintah, dua pelopornya misal LSD
(Lembaga Sosial Desa) dan Perkumpulan KeluargaKesejahteraan Sosial.Tahun 60-an
lahir beberapa lembaga yg bergerak terutama dalam pengembangan
pedesaan.Pendekatan dengan proyek-proyek mikro menjadi ciri utama masa ini,
terutama yangmenyangkut aspek sosial ekonomi pedesaan. Pada kurun waktu ini
pula lembaga-lembaga inimerintis jaringan kerjasama nasional misal lahir
Yayasan Sosisal Tani Membangun yg kemudian berkembang menjadi Bina Desa,
Bina Swadaya.Ciri LSM yg muncul dan berkembang pada th 70-an merupakan fenomena
yang unik. Inidipengaruhi oleh ORBA. LSM merupakan reaksi sebagian anggota
masyarakat atas kebijakan pembangunan yang ditempuh saat itu. Dasar
penggeraknya adalah motivasi untuk mempromosikan peran serta dan
keterlibatan masyarakat dalam pembangunan. Meski juga berorientasi pada
proyek mikro, juga mengaitkan persoalan kebijaksanaan pada tingkat
makro,Contohnya LSM yang lahir pada generasi ini adalah LBH, YLKI, LP3ES.Sejak
masa itu sampai kini, perkembangan LSM di Indonesia sangat pesat. Visi, misi, pendekatan
dan isu beragam. Perkembangan LSM tidak bisa lagi dilihat secara linier
danmengikuti urutan waktu generasi per generasi.Perjalanan LSM di Indonesia
sekitar tahun 1970-an disebut sebagai ORNOP yang merupakanterjemahan dari NGO.
Ornop/NGO bisa merupakan satu lembaga bisnis (swasta), organisasi profesi,
klub olah raga, kelompok artis, jama'ah aliran agama, lembaga dana, yang
penting semuaorganisasi yang bukan pemerintah. Interaksi antar kelompok ORNOP
ini mempengaruhi tatanansosial politik masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Masing-masing memperjuangkankepentingannya dan pemerintah hanya berfungsi
sebagai wasit (yang adil).Segala sesuatu dimulai dari masyarakat dalam suasana
yang hampir-hampir bebas dari intervensinegara. Istilah ORNOP kemudian dirubah
menjadi LSM karena di satu sisi, adanya kesan dananggapan bahwa istilah ORNOP
memiliki konotasi negatif seakan-akan melawan pemerintah (jaman ORBA alergi
sekali dengan yg berbau oposisi, atau non-pemerintah). Di lain pihak,dalam
kalangan aktivisnya saat itu ada kesadaran bahwa gerakan mereka ini dilandasi
oleh suatumisi positif, yakni mengembangkan kemandirian dan membangun
kesadaran, tidak semata-mata"bukan pemerintah/non government".
Pergeseran ORNOP menjadi LSM sebenarnyamenimbulkan
perbedaan arti, landasan ORNOP adalah untuk "non governmentalism",
sedangkanLSM adalah "auto governmentalism" dengan kata lain yang
dibangun oleh LSM bukan "nonkepemerintahan" tetapi keswadayaan dan
kemandirian. Penggantian istilah ORNOP menjadiLSM sesungguhnya telah memberikan
perbedaan makna yang sangat mendasar. Formalisasikemudian dilakukan pemerintah
terhadap LSM melalui UU. No. 4 tahun 1982 ttg pokok-pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup (kemudian diatur pula dgn UU No. 8 tahun 1985
tentangkeormasan, dan Inmendagri No. 8 tahun 1990). Pada pasal 19 UU No. 4
tahun 1982 disebutkan :"Lembaga Swadaya Masyarakat berperan sebagai
penunjang bagi pengelolaan LingkunganHidup", sedangkan dalam penjelasannya
LSM mencakup antara lain:a. Kelompok profesi yang berdasarkan profesinya
tergerak menangani masalah lingkungan b. Kelompok hobi yang mencintai
kehidupan alam terdorong untuk melestarikannyac. Kelompok minat yang berminat
untuk membuat sesuatu bagi pengembangan lingkunganhidup.Batasan, fungsi dan
peran LSM dibandingkan dengan pengertian aslinya (dalam arti NGO)menjadi
teredusir.
Karena keberadaan LSM terutama saat ORBA sarat dgn
intervensi pemerintahmaka ada beberapa LSM yg kemudian dalam pergerakannya
memakai bentuk Yayasan, karenaYayasan lebih fleksibel.Dalam PBB, sejak tahun
1970-an, NGO memperoleh status resmi (consultative status). NGO juga
mempunyai kode etik yang berlaku secara internasional. Sampai sekarang hampir
semuakesempatan dalam pertemuan delegasi NGO berhak hadir dengan suara
penuh/disediakanforum2 khusus untuk NGO. Kehadiran NGO dalam sistem PBB ini
telah pula dilembagakansecara permanen, di bawah UNDP, di sebut NGO Forum, di
Indonesia NGO Forum ini mungkinkarena kekaburan makna dan keunikan LSM kita,
sering menjadi olok-olok "Gongo"(Government NGO), atau LSM-LSM plat
merah.Perkembangan selanjutnya di Indonesia, UU No. 4 tahun 1982 digantikan
oleh UU No. 23 tahun1997 , UU ini tidak menjelaskan definisi LSM (tapi paling
tidak UU ini mengakui environmentlegal standing) sementara itu UU. No. 8 tahun
1985 telah dicabut diganti dgn UU politik Dji SamSoe/No. 2, 3, 4 yg tdk memuat
mengenai LSM (jadi untuk sementara ini, LSM diatur dgnInmendagri, tapi
logikanya Inmendagri ini juga tidak berlaku karena peraturan yg di atasnyatelah
dicabut) dan kemudian di era Reformasi bentuk Yayasan pun mulai diintervensi
pemerintahdengan dikeluarkannya UU Yayasan.Ada suatu wacana menarik bahwa
kemudian NGO merupakan alat bagi neo liberalism, memang bisa saja neo
liberalism beroperasi dalam dua lini: ekonomi dan budaya politik, dua level:
rezimdan rakyat kelas bawah. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak sekali pihak
berduit/pihak asingyang tertarik mendanai kegiatan-kegiatan yang dilakukan NGO
di Indonesia dan tentunya ada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar